Just another WordPress.com site

Tumpeng Gundul

sesaji_tarub_06

Sajen Tumpeng Gundhul
Sajen ini diwujudkan dalam tumpeng (nasi putih yang dibuat bentuk kerucut) tanpa dihiasi dengan ubarampe apapun. Jadi wujudnya putih polos. Tumpeng ini dikelilingi oleh tujuh jenang dalam tujuh wadah cekenthong. Masing-masing cekenthong berlainan, misalnya satu cekenthong berisi jenang putih saja, tempat kedua jenang merah saja, tempat ketiga jenang putih palang jenang abang, tempat keempat jenang putih diselingi sedikit jenang abang, tempat kelima jenang baro-baro (jenang putih diberi parutan kelapa dan irisan gula Jawa), tempat keenam jenang abang palang jenang putih, dan tempat ketujuh separo jenang abang dan separo jenang putih. Semuanya ditempatkan dalam sebuah tampah yang telah diberi alas daun pisang.

Makna dari sajen tumpeng gundhul ini adalah menyimbolkan bahwa bayi yang lahir ke dunia tadi masih dalam keadaan polos, bersih, dan suci lahir batin. Ia lahir ke dunia belum mempunyai apa-apa dan belum ada apa-apanya. Yang dimiliki hanyalah yang berupa jiwa dan raga yang melekat pada dirinya. Ketujuh jenang yang mengelilingi tumpeng bermakna bahwa pada saat kelahiran bayi, (dalam tradisi Jawa Kuno dahulu) bayi itu selalu disertai oleh tujuh saudaranya, yang berasal dari darahnya, kawahnya, kotorannya, ari-ari, dan lain-lain. Masih dalam tradisi Jawa Kuno juga, ketujuh saudaranya ini akan menyertai dalam kehidupannya nanti.

Tumpeng

Bahan Baku: 1 kg beras segala type (C-4, IR-64, Cisadane, Rajalele, dsb). Bumbu: – Cara Pengolahan: a) Diliwet: Beras dicuci dengan air bersih, kemudian dimasak dalam panci, ketel, atau kwali yang sudah diberi air. Orang modern bisa memasaknya dengan rice cooker. Setelah setengah matang, ditandai dengan airnya sudah habis, api dalam kompor atau tungku bisa dikecilkan. Selang 20-30 menit hingga nasi sudah matang dan diangkat untuk didinginkan. b) Ditanak (didang): Seperti diliwet, setelah setengah matang, nasi diangkat dari kompor atau tungku. Soblok, dandang, atau sejenisnya yang telah diberi air dipanaskan dalam api kompor atau tungku. Setelah kemrengseng (suara mendidih) nasi setengah matang yang ada di panci, kwali, atau ketel dimasukkan ke dalamnya. Tunggu 20-30 menit hingga matang dan diturunkan dari api. Cara Pembuatan Tumpeng: Buat kerucut yang terbuat dari daun pisang atau kertas minyak dengan tinggi sekitar 15-20 cm dan diameter sekitar 7,5-15 cm. Bisa juga menggunakan kukusan yang terbuat dari anyaman bambu. Masukkan nasi ke dalam cetakan dan padatkan agar tidak mudah pecah. Setelah selesai lepaskan nasi dari kerucutnya. Cara ini seperti saat membuat tumpeng robyong, hanya saja bentuknya agak lebih kecil. Sama seperti membuat tumpeng megana, dan bucalan.
Bubur (Jenang)

Bahan Baku: 1 kg beras segala tipe (C-4, IR-64, Cisadane, Rajalele, dsb). Bumbu: 2 lembar daun salam, 1 buah kelapa yang telah dikukur (diparut), garam dan gula merah secukupnya. Cara Pengolahan: 1) Kelapa yang sudah diparut dibuat santan kental, kecuali sedikit yang disisakan untuk membuat jenang baro-baro. Demikian juga dengan gula merah, sisakan sedikit untuk membuat jenang baro-baro. 2) Beras dicuci hingga bersih, lalu masukkan ke dalam panci, kwali atau sejenisnya yang sudah diberi air secukupnya. Panaskan di atas tungku, kompor, atau sejenisnya dan tunggu hingga mendidih. Aduk terus hingga beras menjadi lembek.

Cara Penyajian Sajen Tumpeng Gundhul:

Sediakan tujuh buah takir atau cekenthong dengan ukuran sedang (lebar 7 cm x panjang 12 cm). Takir pertama diisi bubur putih; takir kedua diisi bubur merah; takir ketiga diisi bubur putih separo, bubur merah separo; takir keempat diisi bubur putih penuh lalu di atasnya diberi palang bubur merah; takir kelima diisi bubur putih penuh lalu di atasnya diberi palang bubur merah; takir keenam diisi bubur putih penuh kemudian di atasnya diberi sedikit parutan kelapa dan irisan gula merah (namanya jenang baro-baro); takir ketujuh diisi bubur putih penuh kemudian di atasnya persis di tengah-tengahnya diberi bubur merah sedikit.

Leave a comment